Perbedaan
Makna Syarak dan Addin
Variabel kedua adalah
syarak, yang harus dibedakan dengan addin.
Syarak berasal dari bahasa Arab syar’i, yang sering pula diterjemahkan menjadi
syari’at. Istilah ini sering disalahtafsirkan dengan addin yang berarti agama. Agama
Islam sebagai dinullahi intinya adalah
ajaran tentang akhlak, sesuai dengan hadis: bahwa sesungguhnya aku diutus untuk
kesempurnaan akhlak yang mulia, akhlakul karimah. Agama Islam dimulai dari ajaran tauhid atau
monoteisme dengan mengesakan Tuhan, La ilaha illa Allah. Ma’rifat, tarikat dan
ibadat yang bertujuan untuk mengabdikan diri tidak lain kepada Allah dalam
rangka mendekatkan diri kepada Allah untuk memperoleh keredaannya. Di samping itu Islam juga membawa ajaran tentang hukum yang disebut
dengan istilah syar’i.
Ada berbagai faham
mengenai syar’i ini dalam perkembangan Islam, khususnya di Minangkabau. Menurut Prof. Hamka, kaum
Wahabi di tanah Arab berpendapat bahwa perjalanan agama secara damai selama ini,
menghilangkan sifat pelajaran agama yang sejati, sehingga tercampur dengan
pelajaran agama lain, yang bukan berasal dari agama itu sendiri. Mereka
memandang orang yang tidak sefaham dengan dia sebagai musuh, walaupun sama-sama
Islam. Sebab keislaman mereka tinggal nama saja, mereka telah memperserikatkan
Tuhan dengan yang lain. Kaum Padri Minangkabau juga berpendirian begitu, maka
amat hebatlah pergerakan Padri sejak bagian pertama (1801 – 1806), yaitu zaman
menyusun, dan bagian kedua (1826 – 1837) zaman berperang menyiarkan faham,
sampai jatuhnya Bonjol ke tangan Belanda.
Tuanku nan Renceh
termasuk penganut faham ini, sehingga dia tega membunuh ibunya yang tidak mau
dilarangnya makan sirih dan tembakau. Para
penganut faham Wahabi, termasuk Haji Miskin dari Pandai Sikek dan Haji
Sumaniek, menghendaki diberlakukannya syariat Islam sepenuhnya. Dia ingin
merombak secara total hukum adat Minangkabau, ingin mengganti sistem
matrilineal ke patrilineal atau parental, membagi-bagi harta pusaka sesuai al
faraidh.
Padahal di dalam
hukum Islam sendiri, seperti dikemukakan oleh Drs. H. Asymuni A. Rahman, Dosen
IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, ‘urf atau adat kebiasaan diakui di dalam hukum
Islam. ‘urf atau adat kebiasaan dapat diterima jika membawa kemaslahatan dan telah terkenal dalam masyarakat dan
dipandang baik.
Berdasarkan uraian di
atas, terlihat bahwa ada dua pandangan mengenai syarak. Pertama, pandangan yang
menginginkan berlakunya hukum Islam seluruhnya dengan merubah seluruh adat
kebiasaan yang ada dalam masyarakat yang telah ada sebelumnya yang diekanal
dengan kaum Wahabi. Kedua, pandangan yang membenarkan berlakunya hukum adat
(‘urf) yang ada dalam masyarakat setempat.
0 comments:
Post a Comment